Trandsatu | Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang diwakili oleh Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, menerima laporan hasil kajian sistemik tentang pencegahan maladministrasi dalam layanan tata kelola industri kelapa sawit. Laporan tersebut disampaikan oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada Senin, 18 November 2024, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta.
Berdasarkan hasil kajian ini, Kementerian ATR/BPN mendapat rekomendasi untuk segera menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan.
Wamen Ossy menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja keras untuk menemukan solusi terbaik melalui sinergi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan lembaga lain yang memiliki keterkaitan.
“Saya yakin dengan mengutamakan semangat kolaborasi dan menghilangkan ego sektoral, serta mengikuti visi Presiden Prabowo untuk memajukan kesejahteraan rakyat, segala permasalahan dapat diselesaikan dengan baik,” ungkap Ossy dalam pertemuan tersebut.
Ossy juga menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan, mengingat permasalahan tumpang tindih lahan sawit dan kawasan hutan sebagian besar masih berada dalam kewenangan Kementerian Kehutanan.
“Jika lahan perkebunan sawit berada dalam kawasan hutan tanpa hak atas tanah, maka itu adalah wewenang Kementerian Kehutanan. Namun, kami akan terus mencari solusi bersama untuk menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.
Namun, jika perkebunan sawit yang tumpang tindih dengan hutan sudah memiliki hak atas tanah, Kementerian ATR/BPN akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Kehutanan untuk mencari jalan keluar yang tepat.
Dalam kesempatan yang sama, Wamen Ossy mengapresiasi upaya Ombudsman RI dalam melakukan kajian sistemik terkait tata kelola sawit.
Ia menilai kajian ini sangat penting guna memastikan sektor perkebunan sawit dapat berkembang sebagai komoditas unggulan yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Kami berkomitmen untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo sebesar 8%, dan tata kelola industri kelapa sawit akan menjadi faktor kunci dalam mencapai tujuan tersebut,” terang Ossy.
Dalam pertemuan ini, Ombudsman RI memberikan lima rekomendasi utama untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit di Indonesia.
Tujuan dari rekomendasi tersebut adalah agar sektor sawit dapat lebih berdaya saing dan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman RI, menjelaskan bahwa dengan perbaikan tata kelola, nilai kapasitas industri kelapa sawit bisa meningkat signifikan.
“Jika tata kelola sawit diperbaiki, bisa ada tambahan nilai sekitar Rp300 triliun, yang akan meningkatkan nilai kapasitas industri kelapa sawit dari Rp729 triliun menjadi Rp1.008 triliun,” ujarnya.
Hadir dalam pertemuan tersebut, Wamen Ossy didampingi oleh Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak atas Tanah dan Ruang, Hasan Basri, serta sejumlah pejabat dari kementerian dan lembaga terkait yang turut menerima rekomendasi dari Ombudsman RI.