TrandSatu I Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Banten, Muhammad Hopip, menyoroti pentingnya menjaga kebebasan pers pada saat dirinya menjadi narasumber di Konferensi Kerja PWI Perwakilan Kota Cilegon tahun 2024, di Pisita Resort Anyer, Serang, Sabtu (9/11/2024).
Hopip menegaskan, meskipun pers memiliki kebebasan berekspresi, kode etik jurnalistik tetap harus menjadi landasan utama.
“Setelah 1998 kita melihat banyak media bermunculan, ada yang menampilkan konten yang bahkan terkesan melewati batas seperti pornografi. Apakah ini jenis kebebasan yang kita inginkan? Bebas boleh, tapi kita punya aturan, punya kode etik,” ujar Hopip, Sabtu (9/11/2024).
Ia menambahkan bahwa kode etik jurnalistik telah mulai disusun sejak PWI berdiri pada 9 Februari 1946 dan diperkuat dalam kongres di Malang pada 1947.
Di era Dewan Pers, yang berdiri pada 2003, Hopip menjelaskan kode etik ini diatur lebih ketat. Katanya saat ini, PWI memiliki 15 pasal dalam kode etik, berbeda dengan Dewan Pers yang menetapkan 11 kode etik.
Menurut Hopip, kode etik ini bukanlah batasan untuk mengekang kebebasan berekspresi, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
“Kode etik justru penting karena di mana pun kita hidup, pasti ada aturan. Kode etik itu menjaga kita agar tetap berada di jalur profesi kita,” jelasnya.
Hopip juga mengingatkan akan adanya pihak-pihak yang mungkin memanfaatkan profesi wartawan untuk kepentingan pribadi, yang ia sebut sebagai “penumpang gelap.”
“Banyak penumpang gelap yang mengatasnamakan pers,” katanya.
Lebih lanjut Hopip juga menegaskan kembali bahwa kode etik harus dipatuhi semua insan pers agar berita yang disampaikan berdasarkan fakta, bukan opini.
Dalam kesempatan ini, Hopip juga menyoroti pentingnya peran PWI dan organisasi pers lainnya dalam memperkuat etika jurnalistik. Menurutnya, penguatan organisasi akan mendorong wartawan saling mengingatkan untuk tetap pada trek yang benar.
“Kita harus saling mengingatkan, terutama di era sekarang, di mana berita mudah dibesar-besarkan,” pungkasnya.
Kemudian, Hopip menambahkan bahwa sejak Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 lahir, kode etik jurnalistik semakin diterima luas oleh insan media.
“Kode etik ini ibarat mobil, kita yang mengemudi, dan kita tentukan mau dibawa ke mana,” ungkapnya.
“Semoga PWI Cilegon bisa tetap solid dan jangan terprovokasi,” imbuhnya.
Sementara itu, dalam acara ini turut hadir pula Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Banten, Akbar Ilham, yang menambahkan bahwa dalam organisasi, penting untuk menyusun program kerja dan melaksanakan program yang telah disusun.
“Konferensi Kerja ini penting untuk dilakukan dalam rangka menyusun program kerja yang dimana nanti akan dilaksanakan program kerja yang sudah disusun,” tuturnya.
Ia juga menekankan aspek kedisiplinan untuk wartawan dalam kepatuhan terhadap kode etik.
“Dalam pedoman dasar dan pedoman rumah tangga di PWI, jika anggota, baik ketua maupun program, ada yang melakukan pelanggaran, maka sanksi yang diberikan oleh dewan kehormatan bersifat final,” tegas Akbar Ilham.
(*/red)