Trandsatu | Jepara – Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas RI) menegaskan pentingnya penyamaan persepsi lintas kalangan dalam mencegah dan menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penegasan ini disampaikan dalam peringatan Hari Kartini yang diselenggarakan di Kabupaten Jepara, Senin (21/4), yang turut dihadiri jajaran Polwan Polres Jepara, Polda Jawa Tengah.
Dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, anggota Kompolnas RI, Dr. Ida Ratih Indra, menyatakan bahwa penyelesaian masalah kekerasan berbasis gender tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan hukum, tetapi juga harus dibarengi dengan perubahan paradigma sosial tentang peran dan posisi perempuan dalam masyarakat.
“Konsep relasi antara laki-laki dan perempuan harus disamakan. Perempuan bukan hanya objek yang perlu dilindungi, tetapi subjek yang memiliki peran setara dalam kehidupan sosial maupun domestik,” ujar Ida dalam sesi wawancara usai kegiatan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ida mengungkapkan keprihatinannya atas tren meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah. Berdasarkan data per Januari 2025, tercatat sebanyak 108 kasus kekerasan, terdiri dari 60 kasus yang menimpa anak dan 48 kasus terhadap perempuan.
Ia menjelaskan bahwa kekerasan berbasis gender tidak hanya terbatas pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), melainkan juga mencakup praktik perdagangan manusia dan pelecehan di berbagai ruang, baik publik maupun privat. Menurutnya, ketimpangan cara pandang terhadap gender menjadi akar dari banyak kekerasan yang terjadi.
“Sudah saatnya kita tinggalkan pemahaman lama bahwa kekuatan fisik laki-laki boleh digunakan semena-mena terhadap perempuan. Istri bukan subordinat, tetapi mitra sejajar dalam membangun rumah tangga,” tegasnya.
Kompolnas juga menyerukan agar perempuan berani menyuarakan pengalaman kekerasan yang dialaminya. Pelaporan menjadi kunci untuk mengungkap kasus yang selama ini tersembunyi. Ida menambahkan bahwa negara melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan jajarannya tidak hanya bertugas menindak pelaku, tetapi juga wajib memperkuat upaya pencegahan dan pendampingan pascakejadian (after care).
Dalam peringatan tersebut, Ida turut membacakan amanat dari Menteri PPPA, Arifah Fauzi, yang menyoroti semangat Kartini sebagai simbol perjuangan perempuan Indonesia. Dalam pesannya, Menteri Arifah menyatakan bahwa Kartini adalah sosok pelopor yang berani melawan ketidakadilan, dan menekankan bahwa kemajuan bangsa hanya bisa dicapai apabila perempuan diberi ruang yang adil dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan.
“Hari ini, lebih dari satu abad setelah Kartini menulis pemikirannya, perjuangan untuk kesetaraan belum berakhir. Masih banyak perempuan yang menghadapi tantangan nyata di berbagai aspek kehidupan,” ujar Ida mengutip pernyataan Menteri Arifah.
Kompolnas menutup pesannya dengan ajakan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya aparat penegak hukum, untuk terus memperkuat kolaborasi dalam mewujudkan lingkungan yang aman, adil, dan setara bagi perempuan dan anak di Indonesia.