Trandsatu | Dalam upaya mendukung program nasional Pembangunan Tiga Juta Rumah, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa pemerintah akan mengalokasikan sekitar 79 ribu hektare tanah terindikasi telantar untuk dijadikan lokasi permukiman. Alokasi ini merupakan bagian dari rencana besar untuk mempercepat penyediaan rumah bagi masyarakat.
Dalam sebuah acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang diselenggarakan oleh Real Estat Indonesia (REI) di The Trans Luxury Hotel, Bandung, Nusron Wahid menegaskan pentingnya pemanfaatan tanah terlantar untuk kemakmuran rakyat.
“Potensi tanah telantar mencapai 1,3 juta hektare, di antaranya 854.662 hektare di antaranya berasal dari tanah Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang sudah habis dan terindikasi telantar. Tanah ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Nusron.
Selain masalah penyediaan tanah, Menteri Nusron juga menyoroti enam aspek utama yang berhubungan langsung dengan pembangunan perumahan dan permukiman, yakni sertifikasi tanah, PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), LSD (Lahan Sawah yang Dilindungi), Hak Tanggungan, serta Roya. Aspek-aspek ini sangat penting dalam mendukung kelancaran program Pembangunan Tiga Juta Rumah.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri ATR mengingatkan para pelaku usaha properti untuk memeriksa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di masing-masing daerah, agar tidak terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang.
“Saat ini baru ada 553 RDTR, padahal target kami ada 2.000 RDTR yang harus disusun. Kami juga telah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk memastikan bahwa kepala daerah yang baru terpilih segera menyusun RDTR,” lanjutnya.
Pentingnya pengendalian penggunaan tanah juga menjadi sorotan Menteri Nusron. Setiap tahunnya, alih fungsi lahan sawah mencapai sekitar 100-150 ribu hektare, yang bertentangan dengan upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Untuk itu, Nusron menegaskan bahwa jika ada alih fungsi lahan sawah, harus diganti dengan sawah baru.
“Kami juga sedang menyusun Peraturan Pemerintah (PP) tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), yang akan mempermudah pengalihan lahan jika di suatu provinsi tidak ada lahan yang tersedia. Kami targetkan PP ini selesai pada kuartal pertama 2025,” ungkapnya.
Selain itu, Menteri Nusron menegaskan komitmennya untuk melakukan transformasi layanan pertanahan di Kementerian ATR/BPN. Ini termasuk layanan sertifikasi tanah, Hak Tanggungan, dan Roya yang selama ini sering dikeluhkan masyarakat karena adanya praktik pungutan liar.
“Kami berkomitmen untuk menyederhanakan dan merapikan layanan kami agar lebih transparan dan bebas dari pungutan liar,” tutupnya.
Hadir dalam acara tersebut, Menteri Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, serta sejumlah pejabat terkait dari Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah.