Trandsatu | Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pertanahan.
Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuannya dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, serta para bupati dan wali kota se-NTT di Jakarta, Kamis (20/03).
Dalam diskusi tersebut, Nusron Wahid menyoroti empat tugas utama Kementerian ATR/BPN, yakni kebijakan pertanahan, Reforma Agraria, Pengadaan Tanah, serta tata ruang.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menekankan bahwa meskipun tidak semua daerah menghadapi permasalahan dalam keempat aspek tersebut, kebijakan dan layanan tata ruang tetap menjadi bagian penting di setiap wilayah.
Menteri Nusron mengingatkan bahwa kepala daerah memiliki peran strategis dalam pelaksanaan Reforma Agraria dan pengadaan tanah, terutama dalam mendukung proyek strategis nasional.
“Gubernur, bupati, dan wali kota adalah Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di daerah masing-masing. Mereka harus memastikan pendistribusian tanah berjalan sesuai aturan agar dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah daerah untuk lebih aktif dalam menentukan objek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), atau Hak Pakai yang telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang dalam dua tahun dapat dialokasikan untuk masyarakat. Selain itu, ia mengingatkan tentang kewajiban alokasi 20% dari HGU untuk kepentingan masyarakat seiring dengan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Selain Reforma Agraria, Menteri Nusron juga menekankan pentingnya optimalisasi data pertanahan dengan mengintegrasikan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) Tanah dengan Nomor Objek Pajak (NOP). Menurutnya, langkah ini dapat meningkatkan pendapatan daerah dan mendukung efisiensi administrasi pertanahan.
Tak hanya itu, Nusron meminta kepala daerah untuk membantu pemutakhiran sertipikat tanah yang masuk kategori KW 456, yaitu sertipikat yang terbit antara tahun 1960–1971 tetapi belum memiliki peta kadastral. Secara khusus, ia juga menggarisbawahi pentingnya pendaftaran tanah adat di NTT agar kepemilikan lahan masyarakat hukum adat dapat lebih terjamin secara legal.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Nusron menjelaskan konsep modern land administration paradigm kepada para kepala daerah. Ia menekankan bahwa paradigma baru ini mencakup empat aspek utama, yaitu land tenure (kepemilikan tanah), land value (nilai tanah), land use (penggunaan tanah), dan land development (pengembangan tanah). Dengan sistem administrasi pertanahan yang lebih modern dan transparan, ia berharap tata ruang di NTT dapat lebih optimal dan berkelanjutan.
Pertemuan ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi Kementerian ATR/BPN, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi NTT, serta jajaran pemerintahan daerah terkait.
Dengan adanya kolaborasi erat antara pemerintah pusat dan daerah, diharapkan kebijakan pertanahan dan tata ruang di NTT dapat semakin tertata dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.